Minggu, 04 Desember 2011

solusi bagi anak yang tidak suka makan sayur, buah, atau minum susu :)

Akhirnya setelah berminggu-minggu tidak mengepost artikel2 gizi, saya balik lagi ke blog ini. Sempet lupa looh sama password blog ini hahaha syukurnya dengan kecanggihan teknologi passwordnya bisa diketemukan *mataberkacakaca ;p. Anyway kali ini saya akan memberikan artikel (copas) mengenai solusi bagi anak yang tidak suka makan sayur, buah, atau minum susu. Cekidoot yaa :)

Tidak suka buah
Solusinya, olah buah-buahan dalam dalam milkshake. Sebagian besar buah-buahan memberikan jumlah kalium dan vitamin C yang cukup sedangkan smoothie berbahan buah merupakan cara yang pas untuk menyembunyikan buah dalam penyajiannya. Kebanyakan anak-anak merasa tertarik untuk menyedot minuman dengan sedotan. Smoothie dari toko sering dimuat dengan banyak tambahan gula, sehingga untuk menu yang lebih sehat, buatlah sendiri di rumah.

Anak tidak suka makan brokoli (dan sayuran lainnya)
Solusinya, siram dengan saus keju. Menambahkan keju di atas sayuran, seperti brokoli, kembang kol, atau kubis membantu “menjinakkan” rasa yang membuat anak malas memakannya. Memang, keju umumnya mengandung lebih banyak kalori dan lemak jenuh daripada produk susu rendah lemak, tapi keju juga memberikan sedikit kalsium. Kuncinya adalah dengan menambahkan keju hanya cukup untuk membuat rasa sayuran enak, tidak menghilangkan kalori dan lemak sayuran.

Anak tidak suka minum susu
Solusinya, tambahkan cokelat. Nyatanya, susu cokelat lebih disukai anak-anak ketimbang susu vanilla. Kalau Anda memaksakan susu full cream hingga akhirnya ia minum susu, anak akan kehilangan nutrisi penting yang telah disediakan oleh susu.Dengan atau tanpa rasa, susu memberikan kalsium (1 cangkir menyediakan sepertiga dari kebutuhan sehari-hari), vitamin D, riboflavin, niasin, fosfor, dan protein. Cokelat susu memang mengandung gula tambahan, tapi tampaknya minuman susu dengan rasa tidak berarti Anda tidak bisa menambahkan gula diet untuk anak-anak. Sebab menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of American Dietetic Association, anak yang minum susu dengan rasa memiliki asupan kalsium yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak minum susu tanpa rasa, tapi keseluruhan asupan gula tambahan mereka adalah sama.



Rabu, 09 November 2011

Cara Tepat Mencuci Buah dan Sayur

Gerakan untuk lebih banyak mengonsumsi buah dan sayuran segar demi tubuh yang lebih sehat kini gaungnya semakin kencang. Bila Anda berniat untuk menjadikannya bagian dari gaya hidup sehat, awalilah dengan mengetahui cara mencuci sayur dan buah. Ada banyak cara untuk mencuci buah dan sayuran segar, seperti mencucinya di dalam wadah, di bawah air yang mengalir, menggunakan cuka atau lemon, atau pun memakai sabun khusus yang kini banyak tersedia di pasaran.
Menurut analisa yang dilakukan terhadap berbagai metode pencucian buah dan sayur, ternyata merendamnya di dalam air matang dingin memberikan hasil yang tak berbeda dengan memakai sabun khusus. Malah, jika ditambah dengan menyikat, kotoran dan pestisida lebih mudah dihilangkan. Selain itu gunakan wadah terpisah untuk mencuci buah dan sayur. Hindari mencuci bahan makanan langsung di dalam bak cuci piring. Penelitian menunjukkan bak cuci piring mengandung kuman lebih banyak dari kebanyakan kamar mandi.
Setelah dicuci bersih, pastikan Anda menggunakan talenan khusus untuk memotong buah dan sayur yang berbeda dengan talenan untuk memotong daging. Hal ini bisa mengurangi risiko kontaminasi bakteri.
Sumber: kompas.com (3 November 2011)

Menekan Gizi Buruk Melalui Posyandu

Sejak dirintis tahun 1983, hingga saat ini Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) membawa manfaat penting bagi rakyat. Walau sempat "mati suri" di awal tahun 2000, namun kini pemerintah berusaha mengampanyekan posyandu sebagai ujung tombak deteksi dini kesehatan rakyat, khususnya anak-anak.


Di Ibu Kota, revitalisasi Posyandu dilakukan sejak awal tahun 2006. Sejak itu jumlah posyandu yang aktif terus meningkat. Saat ini terdapat 350.000 posyandu, meski yang berfungsi baru sekitar 40 persennya. 

Namun, sejauh ini revitalisasi tampaknya masih menemui kendala menyangkut jumlah tenaga medis yang tersedia, fasilitas dan kualitas kader posyandu. Penelitian yang dilakukan Prof.Ali Khomsan, dari Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan Nestle Dancow Batita menemukan 80 persen ibu-ibu menganggap penyuluhan di posyandu lemah, baik dari sisi materi atau kualitas penyuluh.Tri Komala, anggota kelompok kerja IV Tim Penggerak Pusat PKK mengatakan, para kader posyandu kebanyakan adalah para relawan yang bekerja sukarela tanpa bayaran. "Meski sukarela namun para kader ini harus menjalankan beberapa program, mulai dari imunisasi hingga pendidikan anak usia dini. Beban dan tanggung jawabnya besar," katanya dalam kesempatan yang sama. 


Keberadaan posyandu, menurut Ali, merupakan garda terdepan untuk mencegah bayi gizi buruk dan gizi kurang. "Dengan menimbang anak secara teratur, status gizinya akan terpantau. Bila ada yang status gizinya di bawah, gizinya bisa dipulihkan melalui  pemberian makan tambahan. Makin sering anak dibawa ke posyandu, makin besar peluangnya untuk berstatus gizi baik," papar dosen di fakultas ekologi manusia, Departemen Gizi Masyarakat IPB ini. Ia mengatakan, masa tiga tahun pertama kehidupan bayi adalah masa paling penting dalam pertumbuhannya. Sel otak anak sampai usia 3 tahun akan berkembang baik jika mendapat asupan gizi yang baik. Jika anak mengalami gizi buruk di bawah usia 2 tahun, perkembangan kecerdasannya akan terganggu. 


Sebagian besar posyandu juga menempati lokasi seadanya. "Ada yang menggunakan tenda-tenda sederhana, menempati rumah pak lurah atau tempat lain dengan fasilitas terbatas," kata Prof.Ali dalam acara peluncuran program Ayo Ke Posyandu, TAT, di Jakarta (13/12).

Edukasi para kader


Untuk meningkatkan fungsi posyandu, Nestle Dancow Batita melakukan program Ayo Ke Posyandu, Tumbuh, Aktif, Tanggap, (TAT) sejak tahun 2008. Menurut Rully Gumillar, consumer marketing manager Nestle Dancow, sampai saat ini program tersebut telah menjangkau lebih dari 10.000 kader posyandu di lebih dari 2.000 posyandu di 14 provinsi. 


"Kami memberikan edukasi dan pelatihan kepada kader posyandu yang kemudian memberikan penyuluhan dan bantuan kepada para ibu untuk menggunakan 3 tanda TAT guna memantau tumbuh kembang bayinya yang berusia 1-3 tahun," kata Rully. 

Selain penyuluhan mengenai pengetahuan nutrisi dasar, kader posyandu juga diberikan pengetahuan mengenai pentingnya stimulasi batita melalui permainan. "Hasil penelitian kami menemukan kesadaran para ibu untuk memberikan stimulus berupa alat permainan kepada anaknya masih kurang. Sekitar 90 persen responden mengatakan mereka jarang memberi mainan," katanya.

Mayke S.Tedjasaputra, psikolog anak, mengungkapkan, selain asupan gizi yang seimbang, anak juga membutuhkan stimulasi yang tepat. "Permainan dan alat-alat mainan juga penting untuk membuat anak tumbuh aktif dan tanggap," katanya. Interaksi orangtua dengan anak melalui kegiatan bermain, papar Mayke, akan merangsang pola pikir anak dan juga melatih kecerdasan emosi  mereka. "Bermain itu sama pentingnya dengan pendidikan itu sendiri," katanya.

Sumber : kompas.com (15 Desember 2011)